Larva cacing guinea hidup di dalam tubuh kutu air sebagai parasit. Ketika manusia meminum air yang mengandung kutu air yang diambil dari daerah sekitar aliran sungai, sistem pencernaan pada manusia mampu membunuhnya melalui enzim HCL, tetapi tidak mampu mematikan larva cacingnya yang terus berkembang menjadi dewasa di dalam sistem pencernaan manusia. Pada umumnya, cacing jantan akan mati setelah tinggal di dalam tubuh manusia. Sedangkan betinanya akan terus membesar dalam waktu relatif singkat, yang mana pertumbuhannya kira-kira bisa mencapai lebih dari dua sentimeter setiap minggu.
Dalam waktu beberapa bulan hingga setahun cacing ini perlahan-lahan mengeluarkan diri dari tubuh manusia yang dihuninya dengan menjulurkan kepala terlebih dahulu di bagian bawah kaki atau lengan manusia yang menjadi korban. Proses ini menyebabkan efek sakit yang luar biasa pada si korban.Bekas luka lubang keluarnya cacing ini akan membesar dengan panjang berkisar antara 4 sampai dengan 16 centimeter. Sering kali penderita di beberapa negara bagian di Afrika terburu-buru mencari sumber air untuk merendam luka mereka, padahal tindakan ini merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dala bidang medis.
Ketika cacing guinea yang masih berada di dalam tubuh manusia itu merasa dekat dengan air, dia akan melepaskan ribuan larva yang kemudian dimakan kutu air. Dan lingkaran ini terus berlanjut. Pada era 1900-an, cacing guinea ditemukan di sebagian besar wilayah Afrika dan Timur Tengah, Asia Tengah dan Selatan. Sejalan dengan meningkatnya air bersih, cacing ini menghilang di berbagai wilayah. Namun, pertengahan 1980-an masih ada sekitar 3,5 juta kes di Asia dan Afrika. Untuk membasminya, para ahli punya cara sederhana: mengajari masyarakat cara menyaring air minum dan mencegah penderita dengan cacing yang keluar dari tubuhnya mendekati sumber-sumber air.
Daerah penyebaran : Asia dan Afrika (Level: Tropis)
Kingdom:Animalia
Phylum:Nematoda
Class:Secernentea
Order:Camallanida
Superfamily: Dracunculoidea
Family:Dracunculidae
Genus:Dracunculus
Species:D. medinensis
0 komentar:
Posting Komentar